Kamis, 01 September 2016

Apa sih farmasi itu?

Hiii,,, apa kabar semua?, lama udah nggak ngepos nih. Ada yang kangen nggak?, xixixi (kepedean, mania kaliiii)

Baiklah, untuk kali ini kita akan coba membahas tentang pelajaran apa saja yang harus dikuasai oleh seorang farmasis. Penasaran???, yuksss ikutin ya.
Bagi kalian yang ingin masuk ke farmasi maka kalian harus tau dulu tentang pelajaran apa saja yang harus kamu kuasai. Kalau dibilang, farmasi itu sih susah-susah gampang, setuju ngggak??. Kalo kita paham pasti akan gampang kok, yang susahnya kalo kita nggak paham, jangankan mau memahami baca aja nggak (xixixixi).
Farmasi itu adalah salah satu ilmu yang komplit, semua pelajaran harus dipelajari dan dipahami betul, sampai yang kecil-kecil itupun juga dipelajari di farmasi. Ilmu dasar seperti kimia, fisika, biologi, matematika merupakan tonggak dasar dari ilmu farmasi loh. Kalau kita sudah mempunyai ilmu dasar yang kuat pasti akan mudah kok untuk memahami ilmu farmasi.
Farmasi itu mempelajari semua hal. Sampai-sampai yang kita anggap tidak berarti juga dipelajari loh, sssssttttt ternyata ehhhh yang awalnya dianggap nggak penting itu mempunyai manfaat yang luar biasa. Ditambah lagi rumus-rumusnya itu lohh yang kadang-kadang bikin mumet, eitssss tapi jangan takut ya,,, anggap saja rumus-rumus itu sahabat kita, hehehe.
Kalo masalah praktikum sih, masih ringan, jangan terlalu dibebani ya, pada dasarnya farmasi itu santai kok. Gubrakkkk,, maksudnya farmasi itu penuh dengan bejibun praktikum sampai-sampai tiap malam kita akan diberi makanan hafalan, laporan, dll. Niscaya kita akan selalu diikuti terus sama tugas-tugas (xixixixi). Tapi jangan gampang menyerah, masa’ orang lain bisa kita nggak???. Kenyataan memang menyakitkan, tapi tidak selamanya yang menyakitkan itu akan berasa pahit loh, biarkan saja sekarang kita bersusah-susah dahulu tapi kan akhirnya kita juga akan bahagia karena seorang farmasis itu banyak sekali peluang kerjanya seperti yang telah kita bahas sebelumnya. Never give up yeah. Hehee
Tatahhhh

POWER POINT NARKOBA

Jumat, 27 Mei 2016

power point aplikasi komputer 2016

Sabtu, 09 April 2016

PELAYANAN KEFARMASIAN PADA RUMAH SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

       Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah  sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut  diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :  1333/Menkes/SK/XII/1999  tentang   Standar Pelayanan Rumah  Sakit,  yang  menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit  adalah  bagian yang  tidak  terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang  berorientasi kepada  pelayanan  pasien,  penyediaan  obat  yang  bermutu, Salah  satu  upaya  kesehatan yang  dilakukan  pemerintah  adalah  dengan meningkatkan  mutu  pelayanan  kesehatan rumah  sakit  yang  antara  lain  dapat dicapai  dengan  penggunaan obat-obatan yang rasional  dan berorientasi  kepada pelayanan  pasien,  penyediaan  obat  yang  bermutu dan terjangkau  bagi  semua lapisan masyarakat (Siregar, 2004). Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah sakit dadat menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini perlu dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.

       Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada tataran global telah dirintis prongram Good Governance In Pharmaceutical Sector atau lebih di kenal dengan tata kelola obat yang baik si Sektor Farmasi. Indonesia termasuk salah satu Negara yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang perlunya tatkelola obat yang baik disektor farmasi berkembang mengingat banyaknya praktek illegal di lingkungan kefarmasian mulai dari clinical trial, riser dan pengadaan , registrasi, pendaftaran, paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi dan trasportasi. Bentuk intransparansi dibidang farmasi antara lain : pemalsuan data keamanan dan enyufikasi, penyuapan, kolosi, donasi, promo yang tidak etis maupun tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan obat.

       Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanaan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit, sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab tentang penyusunan formularium rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukam tenaga professional dibidang tersebut. Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.Mengingat  pentingnya pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka  calon apoteker  perlu  memahami  dan mengenal  peranan  apoteker  di  rumah  sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi  Apoteker  apabila  
bekerja  di  rumah  sakit.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1   Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit

        Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun  keluarganya termasuk di dalamnya mendapat makanan, pakaian, dan  pelayanan  kesehatan  serta  pelayanan sosial lain yang diperlukan. Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan  meningkatkan  kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana  kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk  melakukan  upaya  kesehatan  dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu  pengetahuan  dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan adalah rumah sakit (Sheina,2010).
   
   Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakansiklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna (Quick,1997).
        
        Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  (IFRS)  mempunyai  peran penting dalam  pelaksanaan  pelayanan  kesehatan  di  rumah  sakit,  oleh  karena  itu pengelolaan  obat  yang  kurang  efisien  pada  tahap  penyimpanan  akan berpengaruh terhadap peran rumah sakit secara keseluruhan (Sheina,2010).


2.2     Perencanaan dan seleksi

2.2.1  Anggaran obat
       Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk menprioritas program dengan sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Menurut Supriyono, penganggaran merupakan perencanaan keuangan perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang (Anonim,2012). Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan obat yang akan diadakan dalam suatu instalasi farmasi(Anonim,2012).

2.2.2  Sistem perencanaan
         Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan 
harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dalam rangka pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan (Quick,1997).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2.2.3  Metode perencanaan
     Adatiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat. Perencanaan dengan metode konsumsi dilakukan berdasarkan data penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode epidemiologi dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian penyakit dan standart pengobatan untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu yang lalu untuk metode konsumsi harus akurat. Metode konsumsi ini dapat menyebabkan penggunaan obat yang kurang rasional akan terus terjadi berbeda dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil asumsi bahwa pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang ada atau terjadi pada saat tertentu (Siregar,2004).

Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan mempertimbangkan dana yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan gabungan dua cara analisis, yaitu analisis VEN dan ABC (Paretto). Analisis VEN mengelompokan obat berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk pengobatan pasien. Pembagian VEN adalah sebagai berikut :

        a. Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu disediakan 
            untuk menyelamatkan jiwa pasien
        b. (life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat, albumin dan
            obat-obat pelayanan kesehatan standar, misalnya serum antibisa ular.
        c.  Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan kesehatan
            masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat diabetes.
        d. Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh tidak        
            disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia, misalnya food
            suplement  dan vitamin (Quick,1997).

Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of consumption obat, yaitu sebagai berikut:

        a. Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan resep 
            dokter, menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana dengan jumlah item ± 20%
            dari total item obat yang ada.
        b. Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan sering keluar,
            menyerap dana sebesar ± 15% dari total dana dengan jumlah item ± 60% total item
            obat yang ada.
        c. Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja. Menyerap
            dana sebesar ± 5% dari total dana dengan jumlah item± 20% total item obat yang
            ada (Quick,1997).


2.3   Pengadaan
       Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah        direncanakan dan disetujui, melalui:

          1.Pembelian
          2.Produksi atau pembuatan sediaan farmasi
          3.Sumbangan/drooping atau hibah

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada criteria berikut :

mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.


Tujuan pengadaaan :
        Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin  dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

1. Pembelian
    Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no 94 tahun 2007 tentang pengendalian dan pengawasan atas pengadaan dan penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang berfungsi sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang perubahan ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah.

Ada 4 metode pada proses pembelian :

       a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan 
           criteria yang telah ditentukan.
       b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan 
           tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik
        c. Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak 
            banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu
        d. Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera tersedia.  Harga tertentu, 
            relative agak lebih mahal.

2. Produksi
    Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :
         a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
         b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
         c.  Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
         d.  Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
         e.  Sedian farmasi untuk penelitian
         f.  Sediaan nutrisi parenteral
         g.  Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika
         h.  Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru

3. Sumbangan /hibah/droping
    Pada prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan, mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)


2.4  Penerimaan
      Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada tenaga farmasi.

Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :

          1.  Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan berbahaya.
          2.  Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.
          3. Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)

2.5  Penyimpanan
       Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi dan alat kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah mempertahankan kondisi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang disimpan agar tetap stabil sampai ke tangan pasien (Siregar,2004).

Tujuan penyimpanan adalah :
     a. Memelihara mutu sediaan farmasi  
     b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
     c.  Menjaga ketersediaan
     d.  Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)

      Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt out (FEFO) dan fisrt in fisrt out (FIFO). Sistem FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek keluar terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama kali masuk adalah obat yang pertama kali keluar (Quick,1997). Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan masing-masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu sekitar 20-250C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci, lemari es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau karakteristik masing-masing obat(Siregar,2004).

Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu berdasarkan :

       1) Kelompok farmakologi/terapeutik
       2) Indikasi klinik
       3) Kelompok alphabetis
       4) Tingkat penggunaan
       5) Bentuk sediaan
       6) Random bin
       7) Kode barang.

        Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya disimpan dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika disebutkan bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.

2.6. Distribusi

2.6.1  Distribusi rawat inap
      Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas utama pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan yang tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi dengan informasi yang cukup (Quick,1997).

Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI,2008). Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RS, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap diruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.

Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:

   a) Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua persediaan obat dan
       alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan
       ruangan salah satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat) yang
       digunakan untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
   b) Resep perorangan (individual prescribing) merupakan cara distribusi obat dan alat
       kesehatan berdasarkan permintaan dalam resep atau kartu obat pasien rawat inap.
       Sistem ini memiliki keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien oleh apoteker
       adanya kesempatan interaksi profesional penggunaan obat lebih terkendali dan
       mempermudah penagihan biaya obat pada pasien. Keterbatasannya adalah adanya
       kemungkinan keterlambatan obat untuk dapat sampai kepada pasien 
       (siregar dan amalia, 2004).
   c) sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang disiapkan dan
       diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali
       minum.  Konsep UDD bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan. 
       Unit dose dispensing merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan 
       disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan 
       yang lain. Keuntungan UDD antara lain penderita hanya membayar obat yang 
       digunakanya saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara 
       apoteker-dokter perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan 
       obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan lebih tinggi
       (Siregar dan Amalia,2004).

Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:

      a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari dan hanya
          membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
      b) Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh farmasi sehingga
          perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat pasien,
       c) Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan memeriksa kopi 
           pesanan resep, bagi perawat mengurangi kemungkinana kesalahan obat,
       d) Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan dibagian 
           perawat dan farmasi,
       e) Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
       f) Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,
       g) Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu menarik kembali
           kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran karena kemasan dosis unit
           masing-masing diberi label,
       h) Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan tugasnya yang
           diperluas (Siregar,2004).

2.6.2  Disribusi rawat jalan
         Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan (ambulatory)di RS mencakup: persyaratan manajemen, persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory harus dipimpin oleh seorang apoteker yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara professional (Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah sistem resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara individual berdasarkan resep dokter. Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan. Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar dan Amalia, 2003).

2.7   Pengendalian
        Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit-unit pelayanan.

Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)

Kegiatan pengendalian mencakup :

        a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini
            disebut stok kerja.
        b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
            pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
        c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
            pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)

Pengendalian obat di RS terdiri atas:

     a. Sistem satu pintu,
     b. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
     c. Pengembalian wadah bekas,
     d. Penggunaan kartu kendali,
     e. Menghitung dosis obat,
     f. Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan
        unit cost yang diterima (Anonim,2012)

2.8  Penghapusan/ Pemusnahan
      Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
      Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar (Depkes RI,2008)

Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
    a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
        akan dimusnahkan,
    b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),
    c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait,
    d. Menyiapkan tempat pemusnahan,
    e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,
    f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-kurangnya
       memuat:
            1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
                kesehatan,
            2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
            3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan 
                kesehatan,
            4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
                kesehatan,
            5) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani
                oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun 1997, yaitu:

Pasal 60:
      a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak
          dapat digunakan dalam proses produksi,
      b) Kadarluarsa,
      c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk           pengembangan ilmu pengetahuan, atau
      d) Berkaitan dengan tindak pidana.

Pasal 61:
       1) Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b dan c
           dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung jawab atas
           produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga
           ilmu pengetahuan tertentu dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,
        2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan pembuatan
            berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

               a) Nama, jenis, sifat dan jumlah,
               b) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
                   pemusnahan,
               c) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
                   pemusnahan.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

Pasal 75:
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 
     a) Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya
         penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
     b) Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
         peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
     c) Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,
     d) Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang diduga
         melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
         serta,
     e) Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam
         penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
     f) Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran
         gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
     g) Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
         peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
     h) Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotik
         di seluruh wilayah juridiksi nasional,
      i) Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
          Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup,
      j) Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah
          pengawasan,
      k) Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
       l) Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat(DNA),
          dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
     m) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,
     n)  Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman,
     o)  Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat
          perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan
          dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
      p) Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita,
      q) Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan
          Prekursor Narkotika,
      r) Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas
          penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
          Narkotika, dan
      s) Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan
          dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 91:
  1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentapenyitaan
      barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik
      Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib 
      menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk
      kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
      teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan. 
  2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan
      dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib 
      dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima 
      penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat. 
  3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24
      (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan 
      menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian 
      Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan 
      kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri 
      dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
  4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat 
      (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama
      Pada ayat (5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.
  6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
      diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan 
      diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 
     dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala 
      kejaksaan negeri setempat.
  7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
      pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang 
      sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

2.9  Pencatatan dan Pelaporan

2.9.1  Pencatatan
      Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk(Anonim,2012).

Fungsi:
   1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,                  pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),
   2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu) jenis 
       perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,
   3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan 
       distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam
       tempat penyimpanan (Depkes RI,2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan:
   1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi                            bersangkutan,
   2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,
   3) Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, 
       rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,
   4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes RI,2008)

Informasi yang didapat:
   1) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),
   2) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,
   3) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,
   4) Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,
   5) Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:
   1) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,
   2) Penyusunan laporan,
   3) Perencanaan pengadaan dan distribusi,
   4) Pengendalian persediaan,
   5) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,
   6) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.

Hal-hal yang harus Diperhatikan
   1) Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran 
       perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.
   2) Kartu Stok Induk adalah :
        a) Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,
        b) Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,
        c) Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.
   3) Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :
        a) Nama perbekalan farmasi tersebut,
        b) Sumber/asal perbekalan farmasi,
        c) Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar 
            waktu tunggu,
        d) Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan=sebesar stok 
            kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.
   4) Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan:
        a) Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,
        b) Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,
        c)  Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,
        d) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber anggaran,
        e)  Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,
        f)  Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,
        g)  Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun kadaluwarsa, nomor 
             batch dan lain-lain.

2.9.2  Pelaporan
         Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi 
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

Tujuan:
   a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
   b) Tersedianya informasi yang akurat,
   c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,
   d) Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes RI,2008)

Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.
  1. Keuangan (laporan yang telah dikeluarkan oleh IFRS) Untuk keperluan audit, wajib 
      dibuat
  2. Mutasi perbekalan farmasi Untuk keperluan perencanaan, wajib dibuat
  3. Penulisan resep generik dan non generik Untuk keperluan pengadaan, wajib dibuat
  4. Narkotika dan Psikotropika Untuk audit POM dan keperluan perencanaan, wajib
      dibuat
  5. Stok opname Untuk keperluan audit dan perencanaan, wajib dibuat
  6. Pendistribusian, berupa jumlah dan rupiah Untuk keperluan audit dan perencanaan, 
      wajib dibuat
  7. Penggunaan obat program Untuk keperluan audit dan perencanaan, wajib dibuat
  8. Pemakaian perbekalan farmasi Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin Untuk 
      keperluan audit dan perencanaan, wajib dibuat
  9. Jumlah resep Untuk keperluan perencanaan
 10. Kepatuhan terhadap formularium Untuk keperluan perencanaan, informasikan untuk 
      KFT
 11. Penggunaan obat terbesar Untuk keperluan perencanaan, informasikan untuk KFT
 12. Penggunaan antibiotik Untuk keperluan perencanaan, informasikan untuk KFT
 13. Kinerja Untuk audit

2.10  Monitoring dan Evaluasi
        Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan keputsan. Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang. Keberhasilan evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan 
(Depkes RI,2008)


2.10.1 Monitoring
          Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program/memantau perubahan yang fokus pada proses masuk dan keluar.

   1) Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan
   2) Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita berikan 
       (Depkes RI,2008)

2.10.2  Evaluasi
           Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara sistematik
menginvestigasi efektifitas program dan menilai kontribusi program terhadap perubahan
(Goal/objektif) dan menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau perluasan program
(rekomendasi)
   1) Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,
   2) Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok pembanding,
   3) Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu,
   4) Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil dari monitoring dan digunakan untuk kontribusi program (Anonim, 2012).
Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak hanya dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan variabel-variabel dari luar. Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness.
Tujuan : meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI,2008)

2.11  Pelayanan farmasi klinik
        Pelayan farmasi klinik adalah pendekatan profesional yang bertangggung jawab
dalam menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif,
aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan
dan prilaku tenaga farmasi  serta bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Tujuan
pelayanan farmasi klinik adalah:
    1) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan
        efisiensi penggunaan obat,
    2) Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait 
        dalam pelayanan farmasi,
    3) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit,
    4) Melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka meningkatkan 
        penggunaan obat secara rasional (Anonim.2012).

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :
    1) Berorientasi kepada pasien,
    2) Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal),
    3) Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi 
        informasi bila diperlukan,
    4) Bersifat aktif, dengan memberi  masukkan kepada dokter sebelum pengobatan 
        dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan,
    5) Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan,
    6) Menjadi mitra dan pendamping dokter.

Sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik, farmasi adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:
    a) Pengkajian resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang    
        dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan 
        klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan,
    b) Dispensing, yaitu merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, 
        interprestasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/tiket, penyerahan obat 
        dengan memberikan informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. 
        Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaan, yaitu dispensing sediaan 
        farmasi khusus (nutrisi parental dan pencampuran obat steril) dan dispensing     
        sediaan farmasi berbahaya (penanganan obat kanker secara aseptis),
    c) Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan pemantauan setiap 
        respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis 
        normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi,
    d) Pelayanan informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh 
        tenaga farmasi untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini 
        kepada perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan dari PIO adalah:
    1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien atau keluarganya dan tenaga 
        kesehatan dilingkungan rumah sakit,
    2) Menyediakan inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan obat yang 
       ditetapkan PFT,
    3) Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,
    4) Menunjang pengolahan dan terapi obat yang rasional dan berorientasi pada pasien,
    5) Konseling,adalah suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan 
        masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien 
        rawat jalan dan rawat inap,
    6) Pemantauan kadar obat dalam darah, yaitu melakukan pemeriksaan kadar beberapa 
        obat tertentu atas permintaan dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit,
    7) Ronde/visite pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
        dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan: pemilihan obat, menerapkan
        secara langsung pengetahuan farmakologi terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja
        sama dengan tenaga kesehatan lain,
    8) Pengkajian penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan obat yang 
        terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang digunakan 
        sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (Anonim,2001).




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
  Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakansiklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka  calon apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker  di  rumah  sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi Apoteker  apabila  bekerja  di  rumah  sakit.